Etika
Bisnis merupakan salah satu bagian dari prinsip etika yang diterapkan dalam
dunia bisnis (Lozano, 1996). Istilah etika bisnis mengandung pengertian bahwa etika bisnis merupakan sebuah rentang
aplikasi etika yang khusus mempelajari tindakan yang diambil oleh bisnis dan
pelaku bisnis. Menurut David (1998), etika bisnis adalah aturaan main prinsip
dalam organisasi yang menjadi pedoman
membuat keputusan dan tingkah laku. Etika bisnis adalah etika pelaku bisnis. Pelaku bisnis tersebut bisa saja
manajer, karyawan, konsumen dan masyarakat.
Menurut
Bartens etika bisnis adalah studi tentang aspek-aspek moral dari kegiatan
ekonomi dan bisnis. Etika bisnis dapat dijalankan pada tiga taraf : taraf
makro, meso dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan
yang berbeda untuk menjalankan kegiatan
ekonomi dan bisnis. Pada taraf makro, etika
bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi keseluruhan.
Jadi, disni masalah etika disoroti pada skala besar. Misalnya masalah keadilan
: bagaimana sebaiknya kekayaan di bumi
ini dibagi dengan adil ? beberapa contoh lain adalah : aspek-aspek etis dari kapitalisme;
masalah keadilan sosial dalam suatu masyarakat, terutama berkaitan dengan kaum
buruh, masalah utang-utang negara. Pada taraf meso (menengah),, etika bisnis
menyelidiki masalah-masalah etis di bidang organisasi. Organisasi disini
berarti perusahaan, serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi, dan
lain-lain. Pada taraf mikro yang difokuskan ialah individu dalam hubungan
dengan ekonomi atau bisnis. Disini dipelajari tanggung jawab etis dari karyawan
dan majikan, bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor.
Lingkungan Bisnis Yang
Mempengaruhi Etika
Banyak perusahaan yang kurang sukses dalam berusaha
dikarenakan kurang jujur terhadap konsumen dan tidak menjaga atau memelihara
kepercayaan yang telah diberikan oleh konsumen. Dalam hal ini peran manajer
sangat penting dalam mengambil keputusan-keputusan bisnis secara etis.
1.
Lingkungan Bisnis
Seringkali
para eksekutif perusahaan dihadapkan pada suatu dilema yang menekannya, seperti
misalnya harus mengejar kuota penjualan, menekan ongkos-ongkos, peningkatan
efrisiensi dan bersaing. Dipihak lain eksekutif perusahaan juga harus
bertanggung jawab terhadap masyarakat agar kualitas barang terjaga, harga
barang terjangkau. Disini nampak terdapat dua hal yang bertentangan harus
dijalankan misalnya, menekan ongkos dan efisiensi tetapi harus tetap
meningkatkan kualitas produk. Eksekutif perusahaan harus pandai mengambil
keputusan etis yang tidak merugikan perusahaan.
2.
Organisasi
Secara
umum, anggota organisasi itu sendiri saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya (proses interaktif). Dilain pihak organisasi terhadap individu harus
tetap berprilaku etis, misalnya masalah pengupahan, jam kerja maksimum.
3.
Individu
Seseorang
yang memiliki filosofi moral, dalam bekerja dan berinteraksi dengan sesama akan
berprilaku etis. Prinsip-prinsip yang diterima secara umum dapat
dipelajari/diperoleh dari interaksi dengan teman, famili, dan kenalan. Dalam
bekerja, individu harus memiliki tanggung jawab moral terhadap hasil
pekerjaannya yang menjaga kehormatan profesinya. Bahkan beberapa profesi
memiliki kode etik tertentu dalam pekerjaan.
Kode
etik diperlukan untuk hal seperti
berikut :
a) Untuk menjaga keselarasan dan konsistensi
antara gaya manajemen strategis dan kebijakan dalam pengembangan usaha di satu
pabrik dengan pengembangan sosial ekonomi dipihak lain.
b) Untuk
menciptakan iklim usaha yang bergairah dan suasana persaingan yang sehat.
c)
Untuk mewujudkan integritas perusahaan
terhadap lingkungan, masyarakat dan pemerintah.
d)
Untuk menciptakan keterangan, kenyamanan dan keamanan batin bagi
perusahaan/investor serta bagi para karyawan.
e)
Untuk dapat mengangkat harkat perusahaan nasional di dunia perdagangan
internasional.
Saling Ketergantungan Antara
Bisnis dan Masyarakat
Bisnis
melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai
stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing,
pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan
semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan,
penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang
sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan
bisnis yang mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan lingkungan
mikro. Lingkungan makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis yaitu
bribery, coercion, deception, theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu
dalam perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan
supplier atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan.
Sebagai
bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada
masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu
membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu
antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam
hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam
bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud
dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya
dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam
hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa
perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya,
kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari
pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan
pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha
melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti
hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Pelaku
bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk
menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa
dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal
pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dan lain sebagainya.
Etika
bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari
dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis
selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan
sehari-hari. Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan bisnis. Seperti
halnya manusia pribadi juga memiliki etika pergaulan antar manusia, maka
pergaulan bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu
etika pergaulan bisnis. Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal
antara lain adalah :
1. Hubungan antara bisnis dengan langganan /
konsumen
Hubungan
antara bisnis dengan langgananya merupakan hubungan yang paling banyak
dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara
baik. Adapun pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya
saja :
a. Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen
sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.
b. Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak
dapat mengetahui isi didalamnya, sehingga produsen perlu menberikan penjelasan
tentang isi serta kandungan atau zat-zat yang terdapat didalam produk itu.
c. Pemberian servis dan terutama garansi
adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis. Sangatlah tidak
etis suatu bisnis yang menjual produknya yang ternyata jelek (busuk) atau tak layak dipakai tetap saja
tidak mau mengganti produknya tersebut kepada pembelinya.
2. Hubungan dengan karyawan
Manajer
yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali
harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis
dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment),
Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan
pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
Didalam menarik tenaga kerja haruslah dijaga adanya penerimaan yang jujur
sesuai dengan hasil seleksi yang telah dijalankan. Sering kali terjadi hasil
seleksi tidak diperhatikan akan tetapi yang diterima adalah peserta atau calon
yang berasal dari anggota keluarga sendiri.
3. Hubungan antar bisnis
Hubungan
ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain.
Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir,
pengecer, agen tunggal maupun distributor. Dalam kegiatan sehari-hari tentang
hubungan tersebut sering terjadi benturan-benturan kepentingan antar kedunya.
Dalam hubungan itu tidak jarang dituntut adanya etika pergaulan bisnis yang
baik.
4. Hubungan dengan Investor
Perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik”
harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada
para insvestor atau calon investornya. Informasi yang tidak jujur akan
menjerumuskan para investor untuk mengambil keputusan investasi yang keliru.
Dalam hal ini perlu mandapat perhatian yang serius karena dewasa ini di
Indonesia sedang mengalami lonjakan kegiatan pasar modal. Banyak permintaan
dari para pengusaha yang ingin menjadi emiten yang akan menjual sahamnya kepada
masyarakat. Dipihak lain masyarakat sendiri juga sangat berkeinginan untuk
menanamkan uangnya dalam bentuk pembelian saham ataupun surat-surat berharga
yang lain yang diemisi oleh perusahaan di pasar modal. Oleh karena itu
masyarakat calon pemodal yang ingin membeli saham haruslah diberi informasi
secara lengkap dan benar terhadap prospek perusahan yang go public tersebut.
Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi
terhadap hal ini.
5. Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan
dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan
pergaulan yang bersifat finansial. Hubungan ini merupakan hubungan yang berkaitan
dengan penyusunan laporan keuangan. Laporan finansial tersebut haruslah disusun
secara baik dan benar sehingga tidak terjadi kecendrungan kearah penggelapan
pajak atau sebagianya. Keadaan tersebut merupakan etika pergaulan bisnis yang
tidak baik.
Kepedulian Antara Pelaku Bisnis
terhadap Etika
Etika
bisnis dalam suatu perusahaan mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu
untuk membentuk suatu bisnis yang kokoh dan kuat dan mempunyai daya saing yang
tinggi serta mempunyai kemampuan untuk menciptakan nilai yang tinggi. Perilaku
etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan
hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu
sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik
bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain
bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Tolok
ukur dalam etika bisnis adalah standar moral. Seorang pengusaha yang beretika
selalu mempertimbangkan standar moral dalam mengambil keputusan, apakah
keputusan ini dinilai baik atau buruk oleh masyarakat, apakah keputusan ini
berdampak baik atau buruk bagi orang lain, atau apakah keputusan ini melanggar
hukum.
Dalam
menciptakan etika bisnis perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain pengendalian diri dan tidak mudah untuk
terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi,
pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan
persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, mampu
menyatakan hal yang benar, Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan
pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah, Konsekuen dan konsisten dengan
aturan main yang telah disepakati bersama dan lain sebagainya.
Tujuan Etika Bisnis
a) Menanamkan dan meningkatkan kesadaran akan
adanya dimensi etis dalam bisnis. Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu
tidak ada, meningkatkan, jika kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan
ragu. Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh keyakinan bahwa
etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomi yang perlu diberikan perhatian
serius.
b) Memperkenalkan argumentasi moral khususnya
dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu pembisnis karena moral tidak kalah
penting dalam pembentukan sebuah bisnis. Melalui studi etika diharapkan pelaku
bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk aspek moral yang
menyangkut ekonomi dan bisnis.
c) Membantu pembisnis untuk menentukan sikap
moral yang tepat di dalam profesinya.
d) Agar perkembangan bisnis selalu dalam
kondisi yang sehat.
Prinsip Etika Bisnis
Etika
bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan untuk mencapai
tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah
timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau
operasi perusahaan.
a) Prinsip Otonomi adalah prinsip otonomi
memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang
yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya.
Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan
misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan
komunitasnya.
b) Prinsip Kejujuran adalah prinsip kejujuran
meliputi pemenuhan syarat-syarat perjanjian atau kontrak, mutu barang atau jasa
yang ditawarkan, dan hubungan kerja dalam perusahaan. Prinsip ini paling
problematik karena masih banyak pelaku bisnis melakukan penipuan.
c) Prinsip Tidak Berniat Jahat merupakan
prinsip ini ada hubungan erat dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip
kejujuran yang ketat akan mampu meredam niat jahat perusahaan itu.
d) Prinsip Keadilan adalah perusahaan harus bersikap
adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis. Contohnya, upah yang
adil kepada karywan sesuai kontribusinya, pelayanan yang sama kepada konsumen,
dan lain-lain.
e) Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri merupakan
prinsip yang mengarahkan agar kita memperlakukan seseorang sebagaimana kita
ingin diperlakukan dan tidak akan memperlakukan orang lain sebagaimana kita
tidak ingin diperlakukan.