Hi...kali ini saya akan
membahas tulisan berjudul “Kehilangan Identitas, Mengapa?”. Kebetulan tulisan
ini terinspirasi dari mata kuliah kewarganegaraan yang saat ini ada dalam KRS
saya. Sub pokok mengenai identitas nasional dalam perkuliahan ini menjadi salah
satu bahasan yang menurut saya menarik untuk diulas dan membagi sedikit opini
saya.
Ok, kita mulai dengan
maksud dari identitas nasional itu sendiri. Apa itu identitas nasional? Istilah
“identitas nasional” secara terminologis dalah suatu ciri yang dimiliki oleh
suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa
lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini
akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat,
ciri-ciri, serta karakter dari bangsa tersebut.
Sebagaimana kita
ketahui di dunia internasional bahwa bangsa-bangsa besar yang telah
mengembangkan identitasnya secara dinamis membawa nama bangsa tersebut baik
dalam khasanah dunia ilmu pengetahuan maupun dalam khasanah dunia pergaulan
antar bangsa di dunia. Misalnya seperti kebesaran bangsa Inggris yang tidak
terlepas dari jerih payah serta kreativitas bangsa tersebut dalam melakukan
akselerasi dalam pembangunannya. Dalam sejarah dunia kita ketahui bahwa banyak
anak bangsa Inggris menemukan ilmu pengetahuan, yang kemudian dikembangkan
melalui teknologi. Atas karya besar tersebut bangsa Inggris mengalami suatu
revolusi kehidupan yaitu “Revolusi Industri”. Dengan revolusi industri tersebut
bangsa Inggris mulai menjelajahi benua lain, sehingga di berbagai benua bangsa
Inggris menanamkan karya besarnya yang dikembangkan karena kreativitas dari
bangsa tersebut. Hal ini dengan sendirinya tanpa mengesampingkan aspek
negatifnya, yaitu bangsa Inggris melakukan penjajahan di berbagai benua di
dunia. Atas kebesaran penemuan bangsa Inggris tersebut maka bangsa di seluruh
dunia berniat untuk menimba ilmu pengetahuan dan teknologinya, sehingga tidak
mengherankan jikalau bahasa Inggris yang merupakan salah satu identitas
nasional bangsa Inggris dipelajari oleh bangsa di seluruh dunia.
Bagi bangsa Indonesia
dimensi dinamis identitas nasional Indonesia belum menunjukkan perkembangan ke
arah sifat kreatif serta dinamis, Setelah bangsa Indonesia mengalami
kemerdekaan 17 Agustus 1945, berbagai
perkembangan ke arah kehidupan kebangsaan dan kenegaraan mengalami kemerosotan
dari segi identitas nasional.Pada masa mempertahankan kemerdekaaan bangsa
Indonesia dihadapkan pada kemelut kenegaraan sehingga tidak membawa kemajuan
bangsa dan negara.
Itulah sekilas mengenai identitas nasional. Tentunya
kita dapat membayangkan identitas seperti apa yang kita miliki. Salah satunya
ialah budaya nasional. Indonesia merupakan negara dengan ragam budaya yang
melimpah. Indonesia dikenal sebagai negara
dengan suku bangsa yang terbanyak di dunia. Terdapat lebih dari 740 suku
bangsa/etnis, dimana di Papua saja terdapat 270 suku yang juga merupakan Negara
dengan bahasa daerah yang terbanyak, yaitu, 583 bahasa dan dialek dari 67
bahasa induk yang digunakan berbagai suku bangsa di Indonesia.
Untuk memberikan
gambaran mengenai identitas nasional lebih jelas, saya akan memberi contoh
kasus yang sudah tidak asing lagi didengar. Berikut kasusnya.
Malaysia
Sudah Tujuh Kali Mengklaim Budaya RI
Puluhan mahasiswa dari
Universitas Mpu Tantular menggelar unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Malaysia
di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (20/06). Aksi
dilakukan sebagai bentuk kecaman terhadap Pemerintah Malaysia terkait klaim
mereka atas tari Tortor dan menuntut pemerintah untuk lebih serius melindungi
budaya Nusantara. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta--
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti
menyatakan pemerintah Malaysia sudah tujuh kali mengklaim budaya Indonesia
sejak 2007. Bahkan, tari zapin, rendang, gamelan, dan cendol pun tercatat dalam
akta budaya Malaysia.
"Pertama, klaim
terhadap kesenian reog Ponorogo pada November 2007," kata Wiendu dalam
rapat dengar pendapat bersama Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat di kompleks
parlemen, Senayan, Rabu 20 Juni 2012.
Setelah reog,
berikutnya Malaysia mengklaim lagu daerah asal Maluku, Rasa Sayange, pada
Desember 2008. Tari pendet dari Bali juga sempat diklaim pada Agustus 2009
lewat iklan pariwisata Malaysia Truly Asia. "Klaim ini selesai setelah ada
protes dari Indonesia," ujar Wiendu.
Selanjutnya, pada 2009
kerajinan batik diklaim, tapi masalah ini selesai karena UNESCO mengakui batik
Indonesia. Pada Maret 2010, Malaysia mengklaim alat musik angklung. "Dan
yang terakhir adalah klaim tari tortor dan alat musik Gordang Sambilan dari
Mandailing," kata Wiendu.
Rencana pemerintah
Malaysia mengakui tari tortor dan alat musik Gordang Sambilan mencuat setelah
kantor berita Bernama di Malaysia melansir pernyataan Menteri Penerangan
Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia Datuk Seri Rais Yatim tentang rencananya
mendaftarkan kedua budaya masyarakat Sumatera Utara itu dalam Seksyen 67 Akta
Warisan Kebangsaan 2005.
"Tarian ini akan
diresmikan sebagai salah satu cabang warisan negara," kata Datuk Seri Dr
Rais Yatim, seperti dikutip dari Bernama, setelah meresmikan Perhimpunan
Anak-anak Mandailing pada 14 Juni lalu.
Mendadak sontak,
masyarakat Indonesia, terutama suku Mandailing di Sumatera Utara, melancarkan
protes keras. Tari tortor dikenal sebagai bagian dari upacara adat untuk
menghormati leluhur. Pemerintah pun secara resmi telah meminta klarifikasi
tertulis kepada pemerintah Malaysia. "(Tapi) sampai hari ini kami belum
mendapat nota penjelasan tersebut," kata Wiendu.
Menurut dia, nota
penjelasan tertulis itu semestinya dikirim pemerintah Malaysia pada Rabu siang
20 Juni 2012. Saat pemerintah melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian
Luar Negeri dan Kedutaan Besar RI di negeri jiran itu pada Senin lalu,
Kementerian diyakinkan akan ada penjelasan tertulis dari Malaysia pada Rabu.
"Di akhir rapat,
Kementerian Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia diminta memberikan
penjelasan tertulis atas persoalan ini. Itu kami minta supaya menghindari
berbagai interpretasi dan berkembangnya masalah di luar konteks," katanya.
Anggota Komisi
Kebudayaan DPR, Raihan Iskandar, meminta pemerintah membuat program yang jelas
dalam melindungi kebudayaan bangsa yang ada. Sebab, kejadian seperti itu
bukanlah yang pertama. "Yang terpenting adalah bagaimana penyelesaian
masalah kali ini tidak berimbas pada hubungan antara Indonesia dan
Malaysia," ujarnya.
Nah, dari contoh kasus
diatas dapat kita lihat bahwa budaya Indonesia yang merupakan identitas bangsa
sering di klaim oleh bangsa lain. Mengapa? Menurut saya hal ini bisa terjadi
dikarenakan kelalaian masyarakat Indonesia sendiri dalam menjaga budaya.
Masyarakat kini mulai melupakan dan tidak peduli mengenai budayanya sendiri.
Padahal budaya itu telah diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang yang
bahkan dunia internasional mengaguminya. Apalagi kini di era global banyak
sekali budaya asing yang masuk tanpa terkendali. Namun apa yang kita lakukan?
Sering kali kita menganggap budaya-budaya asing itu keren dan menjadikannya
tren di negeri sendiri. Mulai dari musik, pakaian, gaya hidup, dan sebagainya.
Ntah itu busana ala Eropa yang sekiranya banyak yang bertentangan dengan adat
Timur yang dijunjung Negara Indonesia. Korean Wave dari negeri Ginseng Korea
Selatan yang mendominasi remaja-remaja tanah air dengan musik ala
boyband-girlband, drama Korea, dan lain-lain. Bukan masalah kalau kita menyukai
budaya lain, tetapi tetap harus memilah mana yang layak dan sesuai dengan
Indonesia sendiri. Karena tidak semua tren-tren yang kita anggap keren itu bisa
diterima di mayarakat. Kita harus tetap menjunjung tinggi budaya kita sendiri
agar bangsa tidak kehilangan identitasnya. Sangat disayangkan generasi muda
sekarang banyak yang tidak mengenal budaya sukunya sendiri. Namun dengan
bangganya menyebut segala macam nama-nama tren yang lagi ngehits. Sungguh
disayangkan mengingat generasi muda sebagai penerus bangsa. Seringkali
Indonesia baru “berisik” apabila ada negara lain yang mengkalim budayanya
seperti dalam kasus diatas. Masyarakat menyalahkan negara tersebut dengan
berdalih bahwa itu milik kami. Lantas, kalau budaya itu milik kami kenapa tidak
dilestarikan? Kenapa diabaikan? Apa karena sudah ketinggalan zaman? Kuno? Nggak
keren? Kita bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di pikiran kita
masing-masing. Sejujurnya saya juga menyukai tren ala korea, western, dan
lainnya. Tetapi sebisa mungkin untuk mulai mempelajari budaya kita sendiri.
Budaya menunjukkan identitas suatu bangsa. Identitas itu diperlukan agar mudah
dikenali oleh bangsa lain. Jadi, jangan malu untuk menyukai budaya kita. Budaya
kita merupakan warisan leluhur yg keberadaannya banyak diirikan bangsa lain. Saya
rasa budaya kita sangat keren sehingga dapat bersaing dengan budaya asing di
kancah internasional. Jadilah warga yang bangga dengan identitas bangsanya
sehingga kelak tidak ada penyesalan di masa mendatang.
Daftar Pustaka
Kaelan, dan Achmad
Zubaidi, 2012, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta.