Siapkah Koperasi Menghadapi Globalisasi?



Untuk pembahasan tugas sofskill kali ini saya akan mengulas tentang  “Siapkah Koperasi Menghadapi Globalisasi?”. Terlebih dulu saya akan jelaskan sedikit mengenai globalisasi.
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.

Lantas, Siapkah Koperasi Menghadapi Globalisasi?
Menghadapi pasar global terutama perdagangan ASEAN – China dan ASEAN Community, koperasi di Indonesia dituntut untuk semakin dewasa dan mandiri.
Secara kualitas, koperasi Indonesia semakin meningkat dibanding beberapa tahun lalu.
KOPERASI sebagai pelaku usaha yang dikelola secara profesional oleh orang-orang yang kompeten, saat ini sebuah keniscayaan karena jumlahnya masih sedikit. Di lain pihak, hanya dengan berkoperasilah, kedaulatan ekonomi akan terwujud, kesejahteraan bersama tercapai,  keadilan penguasaan sumber daya ekonomi merata.
Koperasi menjamin terwujudnya kesejahteraan sosial karena didirikan dan dikendalikan bersama oleh anggotanya untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Beberapa waktu lalu hasil sebuah survei menunjukkan masyarakat masih yakin bahwa koperasi dapat menyejahterakan anggotanya. Namun  mereka enggan menjadi anggota koperasi.
Akselerasi perkembangan dan kemajuan badan usaha lain sangat cepat. Sementara, akselerasi koperasi belum sepadan. Ketimpangan kemampuan usaha koperasi dibanding badan usaha lain sangat lebar. Maka tidak ada pilihan, koperasi harus melecut diri untuk meningkatkan kemampuan, terutama dalam menggali potensi ekonomi anggota.
Hasil survei itu menggambarkan nyata bahwa koperasi “hanya asyik di para penggeraknya, tidak ada di hati masyarakat.” Survei tersebut banyak  yang harus didalami.  Tetapi bagi Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang memayungi koperasi Tanah Air  harus  membarui koperasi dengan tetap melandaskan pada jati diri lembaga itu  menjadi pilihan bijak.
Pembaruan dengan menata  secara mandiri  koperasi-koperasi agar sehat secara anggota, organisasi, usaha, modal, dan manajemen. Kesehatan  ini merupakan satu kesatuan agar koperasi bisa menjadi lembaga ekonomi besar, kuat, dan mandiri.
Langkah selanjutnya  mendorong koperasi-koperasi memodernisasi diri agar sebagai badan usaha  mampu menyesuaikan perkembangan  zaman sesuai dinamika ekonomi, strategi persaingan bisnis, rekayasa perusahaan,  rekayasa organisasi bisnis, dan keterkaitan sosial perusahaan.
Perkembangan teknologi telah dibarengi dengan perubahan pola kehidupan sosial masyarakat. Ini juga membawa perubahan perilaku ekonomi dalam berproduksi dan berkonsumsi.
Akselerasi perkembangan dan kemajuan badan usaha lain sangat cepat. Sementara, akselerasi koperasi belum sepadan. Ketimpangan kemampuan usaha koperasi dibanding badan usaha lain sangat lebar. Maka tidak ada pilihan, koperasi harus melecut diri untuk meningkatkan kemampuan, terutama dalam menggali potensi ekonomi anggota. Caranya  dengan inovasi dan berkreasi serta memperbesar jumlah anggota.
Di tingkat internasional peran koperasi telah berkontribusi baik. Dalam ketahanan pangan, lapangan kerja, penanggulangan kemiskinan, dan pembangunan integrasi sosial berkelanjutan telah mendapat pengakuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Meski demikian, modernisasi koperasi harus dilakukan dengan baik, berkesinambungan dan, simultan. Antara lain bidang organisasi, manajemen, usaha, dan sarana produksi/pelayanan koperasi.

Liberalisasi Pasar
Perdagangan bebas menjadi bagian dari skenario dunia dipelopori negara-negara maju. Latar belakang di antaranya karena ketimpangan pertumbuhan ekonomi antarkawasan, kepemilikan sumber daya alam dan kualitas manusia. Ada juga hasrat hegemoni negara maju atas  bangsa berkembang. Negara maju ingin  menguasai sumber daya alam dan menjual produk industri.
Skenario yang dilandasi  berkembangnya liberalisme dunia  ini sebenarnya akan memperlemah tata ekonomi dunia. Pelemahan terjadi karena tidak adanya kesempatan negara berkembang mengembangkan kemandirian ekonomi dan kreativitas rakyat dalam mengolah sumber adaya alam.
Di lain pihak, keserakahan negara maju atas penguasaan ekonomi negara berkembang diwujudkan dalam bentuk penguasaan aset perusahaan. Banyak  operasi perusahaan tersebut keuntungannya   dinikmati negara maju.
Kondisi ini berdampak semakin timpangnya strata sosial masyarakat karena  kualitas kemampuan dan penguasaan sumber daya ekonomi. Persoalan ini harus diatasi agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial pada simbol-simbol kapitalistik seperti gerai-gerai  waralaba internasional.
Kehati-hatian kita mengikuti tren perdagangan bebas atau globalisasi menjadi penting karena tersembunyi sifat  kapitalis atas sumber daya ekonomi pada bangsa, kelompok masyarakat atau kawasan tertentu.
Bahasa singkat dari dialektika ini, globalisasi atau perdagangan bebas dapat menjadi kekuatan dunia atas suatu bangsa di bidang ekonomi. Dalam  jangka panjang bisa  mempengaruhi setiap pengambilan keputusan politik negara tersebut untuk menancapkan kepentingan ekonomi.
Perdagangan bebas merupakan permainan kaum pemodal yang lahir dan berkembang dalam alam libaralisme  negara-negara maju. Sumber daya manusia yang unggul dan penguasaan teknologi membuat mereka mempunyai kemampuan re-enginering sosial, ekonomi, politik dan budaya. Ini bisa  menempatkan kepemilikan tanpa batas atas sumber daya ekonomi.
Pemerintah negara maju sering menjadi alat  pemodal untuk menekan negara lain guna menjaga kepentingan ekonomi dan penguasaan sumber daya lain.
Pada era perdagangan bebas ini diplomasi negara berubah dari  politik menjadi politik ekonomi. Kepentingan ekonomi negara menjadi lebih dominan dibanding persoalan tata politik dunia baru. Ekonomi telah menjadi panglima dalam percaturan negara-negara dunia. Pada kondisi ini negara maju akan selalu menekan  negara berkembang untuk menjaga kepentingan ekonominya.

Peluang dan Tantangan Koperasi Dalam Era Globalisasi
Pada waktu krisis moneter dan ekonomi menghantam Indonesia, ternyata BUMS dan BUMN/BUMD banyak yang kelimpungan gulung tikar, meninggalkan hutang yang demikian besr. Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) yang biasanya dianggap tidak penting dan disepelekan justru sebagian besar dapat eksis dalam menghadapi badai krisis. Dengan demikian sektor yang disebut belakangan (UKMK) dapat menjadi pengganjal untuk tidak terjadinya kebangkrutan perekonomian, bahkan sebaliknya dapat diharapkan sebagai motor penggerak roda perekonomian nasional untuk keluar dari krisis. Sebagai misal banyak peluang pasar yang semula tertutup sekarang menjadi terbuka. Contohnya, akibat mahalnya harga obat, yang sebagian besar masih harus diimpor, produsen jamu (ada yang membentuk koperasi) mendapat kesempatan memperlebar pasarnya dari pangsa yang lebih menyerupai "ceruk pasar" menuju kepada pasar yang lebih bermakna. Sebagai gambaran penyebab krisis ekonomi ada baiknya dikemukakan pendapat Mubyarto (1999) sebagai berikut: (1) Terlalu berpikir global (dan keramahannya). (Thus, terlalu mengabaikan ekonomi rakyat); (2) Terlalu suka disanjung. (Thus, terlalu buta/tuli terhadap kritik); (3) Terlalu individualistik/ memikirkan kepentingan sendiri.  (Thus,  tidak melihat adanya kesenjangan sosial yang terjadi dan berkembang dalam masyarakat; (4) Terlalu bisnis dan profit oriented. (Thus,  lupa pada masalah-masalah sosial dan moral); (5) Terlalu silau pada dunia kebendaan/materi.  (Thus.  tidak pernah mensyukuri nikamt Alaah); (6) Terlalu  industry minded. (Thus.  lupa pertanian/pedesaan); (7) Terlalu ebrpikir kekinian. (Thus,  lupa pada sejarah); (8) Terlalu silau pada yang serba asing.  (Thus,  Pikiran pakar-pakar pribumi diremehkan); (9) Terlalu percaya pada pasar (deregulasi yang kebablasan). (Thus,  lupa bahwa pasar yang liberal, yang kecil/gurem pasti kalah dan yang kuat pasti menang); (10) Terlalu meremehkan ideologi.  (Thus, Indonesia sama saja dengan negara-negara lain, tidak ada itu Ekonomi Pancasila); (11) Terlalu mendewakan keserasian, keseimbangan dan keselarasan.  (Thus,  yang konflik harus disembunyikan / ditabukan); (12) Terlalu berpihak kepada konglomerat. (Ekonomi Rakyat ditelantarkan); (13) Konglomerat terlalu serakat  (overborrowing). (Thus,  kita semua dihukum Tuhan); (14) Konglomerat terlalu menuruti ambisi pemerintah yang ingin tumbuh terlalu cepat.  (Thus, melanggar pasal 33 UUD 1945); (15) Terlalu meremehkan sistem ekonomi.  (Thus, mengakibatkan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah yang tidak konsisten, pemerintah tidak punya visi jauh ke depan); (16) Terlalu mementingkan keseragaman  (uruformitas)  -SARA yang merupakan fondasi bangsa ditabukan.; (17) Pemerintah terlalu sentralistis. (Thus,  daerah-daerah tidak bergairah membangun daerahnya dengan cara-caranya sendiri); (18) Terlalu pragmatis.  (Thus,  tanpa sistem); (19) Terlalu mementingkan stabilitas  (Thus, stabilitas pemerintah /  status quo). Terlepas apakah globalisasi benar-benar akan terwujud atau hanya impian ataupun kejadian hanya bersifat parsial saha dan bahkan mungkin dalam bentuk yang sama sekali ebrbeda, itu semata-mata rahasia Allah SWT. Seandainya globalisasi benar-benar terwujud sesuai dengan skenario terjadinya pasar bebas dan persaingan bebas, maka bukan berarti tamatlah riwayatnya koperasi. Peluang koperasi untuk tetap berperan dalam percaturan perekonomian nasional dan itnernasional terbuka lebar asal koperasi dapat berbenah diri menjadi salah satu pelaku ekonomi (badan usaha) yang kompetitif dibandingkan pelaku ekonomi lainnya. Tantangan untuk pengembangan masa depan memang relatif berat, karena kalau tidak dilakukan pemberdayaan dalam koperasi dapat tergusur dalam percaturan persaingan yang makin alam kamin intens dan mengglobal. Kalu kita lihat ciri-ciri globalisasi dimana pergerakan barang, modal dan uang demikian bebas dan perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing (luar negeri) sama, maka tidak ada alasan bagi suatu negara untuk meninabobokan para pelaku ekonomi (termasuk koperasi) yang tidak efisien dan kompetitif.

Langkah-Langkah Antisipatif Koperasi Dalam Globalisasi
E.F. Schumacher (1978) berpendapat bahwa  small is beautiful.  John Naisbitt (1944) merasa percaya bahwa masa depan perekonomian global berada ditangan unit usaha yang kecil, otonom, namun padat teknologi. Dari kedua pendapat tersebut mendorong keyakinan kita bahwa sektor-sektor usaha kecil di Indonesia perlu diberi kesempatan untuk berperan lebih banyak. Oleh karena itu. paradigms pengembangan ekonomi rakyat layak diaplikasikan dalam tatanan praktis. Pendapat A.P.Y. Djogo (dalam Mubyarto, 1999) perlu dikemukakan yang menganalisis perbedaan antara  "ekonomi rakyat"  dan  "ekonomi konglomerat"  dengan kesimpulan bahwa, jika ekonomi konglomerat "sejak dari sananya" adalah "ekonomi pertumbuhan", maka ekonomi rakyat adalah "ekonomi pemerataan". Keistimewaan koperasi tidak dikenal adanya majikan dan buruh, serta tidak ada istilah pemegang saham mayoritas. Semua anggota berposisi sama, dengan hak suara sama. Oleh karena itu, apabila aktivitas produksi yang dilakukan koperasi ternyata dapat memberi laba finansial, semua pihak akan turut menikmati laba tersebut. untuk mengembangkan koperasi banyak hal yang perlu dibenahi, baik keadaan internal maupun eksternal. Di sisi internal, dalam tubuh koperasi masih banyak virus yang merugikan. Yang paling berbahaya adalah penyalahgunaan koperasi sebagai wahana sosial politik. Manuver koperasi pada akhirnya bukan ditujukan untuk kemajuan kopearasi dan kesejahteraan anggota, mealinkan untuk keuntungan politis kelompok tertentu.. Sebagai contoh, mislanya KUD (Koprasi Unit Desa) diplesetkan menjadi "Ketua Untung Dulu", tentunya menggambarkan yang diuntungkan koperasi adalah para elit pengurusnya (Indra Ismawan, 2001). Parahnya lagi para pengurus koperasi kadangkala merangkap jabatan birokratis, politis atau jabatankemasyarakatan, sehingga terjadinya konflik peran. Konflik yang berlatarbelakang nonkoperasi dapat terbawa kedalam lembaga koperasi, sehingga mempengaruhi citra koperasi.Dari sisi eksternal, terdapat semacam ambiguitas pemerintah dalam konteks pengembangan koperasi. Karena sumberdaya dan budidaya koperasi lebih di alokasikan untuk menguraikan konflik-konflik sosial politik, maka agenda ekonomi kOnkret tidak dapat diwujudkan. Koperasi jadi impoten, di mana fungsi sebagai wahana mobilisasi tidak dan perjuangan perekonomian rakyat kecil tidak berjalan. Jadi langkah pembenahan koperasi, pertama-tama harus dapat merestrukturisasi hambatan internal, dengan mengkikis habis segala konflik yang ada. Untuk mengganti mentalitas pencarian rente yang oportunitis, dibutuhkan upaya penumbuhkembangan etos dan mentalitas kewirausahaan para pengurus dan angota koperasi. Langkah-langkah inovasi usaha perlu terus ditumbuhkembangkan. Kedua, pembenahan manajerial. Manajemen koperasi dimasa datang menghendaki pengarahan fokus terhadap paasr, sistem pencatatan keuangan yang baik, serta perencanaan arus kas dan kebutuhan modal mendatang. Ketiga, strategi integrasi keluar dan kedalam. Dalam integrasi ke luar, dibutuhkan kerjasama terspesialisasi antar koperasi maupun kerjasama dengan para pelaku lainnya dengan prinsip saling menguntungkan. Ke dalam, koperasi dituntut untuk menempatkan anggotanya sebagai pelaku aktif dalam proses produksi dan distribusi dapat memenuhi suarat-syarat penghematan biaya, pemanfaatan modal, spesialisasi, keorganisasian, fleksibilitas dan pemekaran kesempatan kerhja. Menurut Indra Ismawan (2001), pada gilirannya koperasi akan memadukan istrilah  the bigger is better  dengan  small is beautiful.


Daftar Pustaka




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar