Banyaknya
masalah yang timbul dalam lingkup profesi akuntan sejalan dengan perkembangan
pengetahuan akuntansi itu sendiri. Banyak sekali norma-norma yang harus dijaga
oleh akuntan untuk dapat menjalankan profesinya dengan baik tanpa melanggar
norma-norma tersebut. Oleh karena itu,
etika sangat dibutuhkan sebagai tonggak yang harus dijunjung tinggi dan
dipatuhi dalam setiap kegiatan profesi termasuk dalam auditing. Auditor harus
dapat menerapkan etika-etika yang sesuai dalam melakukan auditing.
Auditing
adalah suatu proses dengan apa seseorang yang mampu dan independent dapat
menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti dari keterangan yang terukur dari suatu
kesatuan ekonomi dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat
kesesuaian dari keterangan yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan.
Etika
dalam audit merupakan suatu prinsip yang dilakukan oleh seorang yang kompeten
dan independen untuk melakukan suatu proses yang sistematis dalam proses
pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur
mengenai asersi-asersi suatu entitas ekonomi, dengan tujuan untuk menentukan
dan metepkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut, serta melaporkan
kesesuaian informasi tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan secara
objektif. Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit. Tujuannya
untuk memperoleh keyakinan memadai mengenai apakah laporan keuangan bebas dari
salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
Etika
dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan
pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu
entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang
dimaksud dengan kriteria-kriteria yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang
yang kompeten dan independen.
Seorang
auditor dalam mengaudit sebuah laporan keuangan harus berpedoman terhadap
standar auditing yang telah ditentukan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia.
Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar
auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan
Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut
masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing.
1. Kepercayaan
Publik
Kepercayaan masyarakat terhadap auditor sangat
diperlukan bagi perkembangan profesi akuntan publik. Dengan adanya kepercayaan
yang diberikan oleh masyarakat tersebut, akan menambah klien yang akan
menggunakan jasa auditor. Untuk mendapatkan kepercayaan dari klien, auditor
harus selalu bertanggung jawab terhadap laporan yang diperiksa dan mengeluarkan
hasil yang sebenar-benarnya, jujur dalam bekerja.
2. Tanggung
Jawab Auditor kepada Publik
Profesi akuntan di dalam masyarakat memiliki peranan
yang sangat penting dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib
dengan menilai kewajaran dari laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan.
Auditor harus memiliki tanggung jawab terhadap laporan keuangan yang sedang
dikerjakan. Tanggung jawab disini sangat penting bagi auditor. Publik akan
menuntut sikap profesionalitas dari seorang auditor, komitmen saat melakukan
pekerjaan. Atas kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus
secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme
yang tinggi. Dalam kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung
jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab
juga terhadap publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan
masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan.
3. Tanggung
Jawab Dasar Auditor
a) Perencanaan,
Pengendalian dan Pencatatan
Seorang
auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjan yang ia
lakukan, agar apa yang telah dilakukan oleh auditor dapat dibaca oleh yang
berkepentingan.
b) Sistem
Akuntansi
Auditor
harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan
menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
c) Bukti
Audit
Auditor
akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan
kesimpulan rasional. Dan harus memperoleh bukti yang sangat bermanfaat dalam
mengaudit laporan keuangan.
d) Pengendalian Intern
Bila auditor berharap
untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan
dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
e) Meninjau
Ulang Laporan Keuangan yang Relevan
Auditor
melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam
hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang
didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan
keuangan.
4. Independensi
Auditor
Independensi berarti sikap mental yang bebas dari
pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang lain, tidak tergantung pada orang lain.
Independensi dapat juga diartikan adanya kejujuran dalam diri auditor dalam
mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak
dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Independensi akuntan publik mencakup empat aspek,
yaitu :
a) Independensi sikap mental
Independensi
sikap mental berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam
mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak
memihak di dalam diri akuntan dalam menyatakan pendapatnya.
b) Independensi penampilan.
Independensi
penampilan berarti adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak
independen sehingga akuntan publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat
mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya. Independensi penampilan
berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik.
c) Independensi
praktisi (practitioner independence)
Independensi
praktisi berhubungan dengan kemampuan praktisi secara individual untuk
mempertahankan sikap yang wajar atau tidak memihak dalam perencanaan program,
pelaksanaan pekerjaan verifikasi, dan penyusunan laporan hasil pemeriksaan.
Independensi ini mencakup tiga dimensi, yaitu independensi penyusunan progran,
independensi investigatif, dan independensi pelaporan.
d) Independensi
profesi (profession independence)
Independensi
profesi berhubungan dengan kesan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
5. Peraturan
Pasar Modal dan Regulator mengenai Independensi Akuntan Publik
Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995
memberikan pengertian pasar modal yang lebih spesifik, yaitu “kegiatan yang
bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang
berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek”. Pasar modal memiliki peran yang sangat besar terhadap
perekonomian Indonesia. institusi yang bertugas untuk melakukan pembinaan,
pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal di Indonesia adalah
Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam. Bapepam mempunyai kewenangan untuk
memberikan izin, persetujuan, pendaftaran kepada para pelaku pasar modal,
memproses pendaftaran dalam rangka penawaran umum, menerbitkan peraturan
pelaksanaan dari perundang-undangan di bidang pasar modal, dan melakukan
penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal.
Salah satu tugas pengawasan Bapepam adalah
memberikan perlindungan kepada investor dari kegiatan-kegiatan yang merugikan
seperti pemalsuan data dan laporan keuangan, window dressing,serta lain-lainnya
dengan menerbitkan peraturan pelaksana di bidang pasar modal. Dalam melindungi
investor dari ketidakakuratan data atau informasi, Bapepam sebagai regulator
telah mengeluarkan beberapa peraturan yang berhubungan dengan kereablean data
yang disajikan emiten baik dalam laporan tahunan maupun dalam laporan keuangan
emiten. Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain
adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002
tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit Di Pasar Modal.
Berikut
adalah masalah-masalah etika dalam auditing yang dapat dijumpai oleh auditor
yang meliputi permintaan atau tekanan untuk:
a) Melaksanakan tugas yang bukan merupakan
kompetensinya
b) Mengungkapkan informasi rahasia
c) Mengkompromikan
integritasnya dengan melakukan pemalsuan, penggelapan, penyuapan dan
sebagainya.
d) Mendistorsi obyektivitas dengan menerbitkan
laporan-laporan yang menyesatkan.
Dilema Etika
Dilema
etika adalah situasi yang dihadapi seseorang di mana keputusan mengenai
perilaku yang pantas harus dibuat. Auditor banyak menghadapi dilema etika dalam
melaksanakan tugasnya. Bernegosiasi dengan auditan jelas merupakan dilema
etika. Ada beberapa alternatif pemecahan dilema etika, tetapi harus
berhati-hati untuk menghindari cara yang merupakan rasionalisasi perilaku tidak
beretika. Berikut ini adalah metode rasionalisasi yang biasanya digunakan bagi
perilaku tidak beretika:
1. Semua
orang melakukannya. Argumentasi yang mendukung penyalahgunaan pelaporan pajak,
pelaporan pengadaan barang/jasa biasanya didasarkan pada rasionalisasi bahwa
semua orang melakukan hal yang sama, oleh karena itu dapat diterima.
2. Jika itu legal, maka itu beretika. Menggunakan
argumentasi bahwa semua perilaku legal adalah beretika sangat berhubungan
dengan ketepatan hukum. Dengan pemikiran ini, tidak ada kewajiban menuntut
kerugian yang telah dilakukan seseorang.
3. Kemungkinan
ketahuan dan konsekuensinya. Pemikiran ini bergantung pada evaluasi hasil
temuan seseorang. Umumnya, seseorang akan memberikan hukuman (konsekuensi) pada
temuan tersebut.
Para
ahli etika telah mengembangkan kerangka formal yang akan membantu orang dalam
memecahkan masalah dilema etika. Tujuan kerangka ini adalah untuk menentukan
masalah-masalah etika dan menetapkan tindakan yang tepat dengan menggunakan
norma orang yang bersangkutan. Pendekatan enam langkah berikut ini merupakan pendekatan
sederhana untuk memecahkan dilema etika:
1. Dapatkan fakta-fakta yang relevan
2. Identifikasi isu-isu etika dari fakta-fakta
yang ada
3. Tentukan
siapa dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi oleh dilema etika
4. Identifikasi alternatif-alternatif yang
tersedia bagi orang yang memecahkan dilema etika
5. Identifikasi konsekuensi yang mungkin timbul
dari setiap alternatif
6. Tetapkan
tindakan yang tepat.
DAFTAR
PUSTAKA
- Arens,Alvin A., Randal J. Elder dan Mark S. Beasley. Auditing dan Pelayanan
0 komentar:
Posting Komentar