Dalam rangka menyelesaikan tugas sofskill untuk mata kuliah ekonomi
koperasi, saya akan membahas sedikit
ulasan topik mengenai “Wajah Koperasi di Indonesia Saat Ini”.
Nah, apa itu koperasi? Menurut Undang-undang No. 25 Tahun 1992,
koperasi adalah Badan usaha yang
beranggotakan orang seorang atau badan hukum
koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Lantas, bagaimana sejarah terbentuknya
koperasi di Indonesia? Sejarah singkat
gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari
usaha yang tidak spontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya.
Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi
dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme
semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan
ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama,
secara spontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia
sesamanya.
Pada
tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto
mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi). Ia terdorong oleh
keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat
oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Maksud
Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit model seperti di Jerman.
Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode,
seorang asisten residen Belanda.
De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan
menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada
menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian. Selain pegawai negeri
juga para petani perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan
para pengijon. Ia juga menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi. Di samping itu ia pun
mendirikan lumbung-lumbung desa
yang menganjurkan para petani
menyimpan pada pada musim panen
dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu
menjadi Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu
berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa
tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung
desa baru, bank –bank Desa , rumah gadai
dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI). Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin
oleh orang-orang Pemerintah.
Pada
zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena:
1. Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
2. Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3. Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
1. Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
2. Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3. Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
Mengantisipasi
perkembangan koperasi yang sudah mulai memasyarakat, Pemerintah Hindia Belanda
mengeluarkan peraturan perundangan tentang perkoperasian. Pertama, diterbitkan
Peraturan Perkumpulan Koperasi No. 43, Tahun 1915, lalu pada tahun 1927
dikeluarkan pula Peraturan No. 91, Tahun 1927, yang mengatur
Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi bagi golongan Bumiputra. Pada tahun 1933,
Pemerintah Hindia-Belanda menetapkan Peraturan Umum Perkumpulan-Perkumpulan
Koperasi No. 21, Tahun 1933. Peraturan tahun 1933 itu, hanya diberlakukan bagi
golongan yang tunduk kepada tatanan hukum Barat, sedangkan Peraturan tahun
1927, berlaku bagi golongan Bumiputra. Diskriminasi pun diberlakukan pada
tataran kehidupan berkoperasi
Pada
tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi
gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat
peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927
Regeling Inlandschhe Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.
Namun,
pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha
koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang
menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya
koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang
untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
Setelah
Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres
Koperasi yang pertama di Tasikmalaya.
Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia. Sekaligus
membentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang berkedudukan
di Tasikmalaya (Bandung sebagai ibukota provinsi sedang diduduki oleh tentara
Belanda) .
Dari
uraian diatas, kita bisa melihat bahwa berdirinya koperasi di Indonesia melalui
banyak hambatan dan proses yang sangat panjang.
Sehingga pada akhirnya koperasi di Indonesia mendapat pengakuan hukum
yang sah. Dari sejarah tersebut seharusnya kita bersyukur dan mampu memaksimalkan
kinerja koperasi di Indonesia saat ini. Namun, apa yang terjadi? Bagaimana wajah
koperasi Indonesia saat ini? Apakah koperasi di Indonesia sudah memiliki
standar mutu yang baik? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita
bisa memperhatikan kondisi koperasi-koperasi di sekitar kita. Lantas bagaimana?
Maka dengan cepat kita menjawab “memprihatinkan, buruk sekali, nothing”. Miris
sekali bukan? Bahkan kita yang asli warga negara Indonesia memandang sebelah
mata koperasi di Indonesia. Dan yang lebih miris lagi bahwa banyak sekali
generasi muda yang tidak tahu menahu dan peduli bagaimana nasib wajah koperasi
Indonesia saat ini. Saya rasa banyak dari kita yang beranggapan bahwa ada
tidaknya koperasi saat ini tidak berpengaruh apa-apa. Cukup simpel, “Nothing”. Maka
dari itu, marilah kita buang jauh-jauh anggapan yang seperti itu. Kita harus
mulai untuk lebih mengenal, peka dan peduli dengan keadaan koperasi saat ini.
Sehingga kita dapat memperbaiki kondisi miris koperasi di negara kita. Karena
kita sebagai masyarakat berperan penting dalam memajukan aspek pengkoperasian
di Indonesia.
Saat
ini masih banyak kelemahan-kelemahan koperasi di Indonesia saat ini
seperti: Koperasi sulit berkembang
karena modal terbatas, kurang cakapnya pengurus dalam mengelola koperasi,
pengurus kadang-kadang tidak jujur, serta kurangnya kerja sama antara pengurus,
pengawas dan anggotanya. Kondisi koperasi semakin diperparah dengan banyaknya
koperasi yang tidak aktif dan berhenti beroperasi.
Mengapa
koperasi tidak berkembang dengan baik di Indonesia?. Banyak faktor yang menjadi
penyebab. Sejak Bung Hatta berhenti jadi wakil presiden, koperasi tidak lagi
berjalan dan beroperasi sesuai jatidirinya, tetapi menjadi alat politik
penguasa. Di zaman orde lama, koperasi menjadi alat politik Bung Karno dalam
mendistribusikan barang kebutuhan pokok rakyat, menjadi semacam Bulognya
pemerintah. Pada era Orde Baru, seluruh koperasi diubah dan dialihkan menjadi
KUD yang difasilitasi pemerintah agar tumbuh menjadi koperasi serba usaha
sekaligus koperasi pertanian. Karena selalu diberi kemudahan, KUD-KUD tersebut
menjadi manja fasilitas. Pada saat berbagai fasiitas itu dihentikan Pemerintah
pada era reformasi, maka satu per satu KUD tutup dan gulung tikar. Pada era
reformasi, seluruh rezim yang berkuasa tidak lagi yang memberikan perhatian
yang serius dan sungguh-sungguh dalam membangun perekonomian Indonesia yang
disesuaikan dengan Pasal 33 UUD 1945. Pembinaan koperasi oleh pemerintah
menjadi tanpa arah. Pemerintah bersikap pragmatis, yang penting perekonomian
tumbuh pesat, tidak peduli lagi siapa yang memegang peranan utama, konglomerat
atau koperasi. Akhirnya yang memegang peranan adalah perusahaan-perusahaan
besar dan konglomerat swasta. Merekalah yang mampu menciptakan lebih banyak
lapangan kerja, memperbesar APBN dengan membayar pajak, meningkatkan ekspor
sehingga menghasilkan devisa yang semakin besar, menjaga pertumbuhan ekonomi
dan sebagainya. Memang, sesuai data Kementerian Koperasi dan UKM, masih ada ratusan
ribu koperasi di Indonesia. Tetapi hampir semuanya kecil dan lemah. Sekarang
koperasi-koperasi pada umumnya dimasukkan dalam golongan usaha kecil dan
menengah (UKM). Dalam kondisi itu, koperasi-koperasi dituntut untuk mampu
bersaing dengan usaha-usaha swasta skala raksasa yang mendapatkan berbagai
kemudahan seperti kredit perbankan. Sebaliknya tidak mudah bagi koperasi
mendapatkan kredit untuk mengembangkan usahanya. Pembinaan koperasi akhirnya
hanya menjadi basa-basi politik. Dalam kabinet tetap ada Menteri Koperasi yang
selalu dipercayakan kepada politikus dari parpol yang berkuasa, tetapi tidak
mengerti jatidiri koperasi. Masih ada Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang
tidak pernah berganti ketua selama 15 tahun, meskipun kinerjanya memprihatinkan.
Bila
dibandingkan, koperasi di
negara-negara maju menguasai berbagai sektor perekonomian. Koperasi konsumsi
merupakan pionir dari penciptaan rantai perdagangan moderen di berbagai negara
Eropa khususnya negara-negara Skandinavia. Di negara-negara seperti Prancis,
Austria, Finlandia dan Siprus; koperasi menguasai sektor perbankan. Menurut
data International Co-operative Alliance, pangsa pasar dari
bank-bank koperasi mencapai sekitar sepertiga dari total bank yang ada. Sebagai
contoh, dua bank terbesar di Eropa, yaitu: Credit Agricole di
Prancis dan RABO-Bank di Belanda dimiliki oleh koperasi.
Lantas, apakah Indonesia tidak mungkin bersaing dengan koperasi-koperasi maju
diatas? Tentu saja mungkin. Indonesia memiliki jumlah populasi penduduk yang
besar serta sumber daya yang melimpah. Hal ini menjadi sisi positif bukan? Oleh
karena itu, kita tetap harus positive thinking dengan bekerja sama membangun
koperasi yang lebih baik ke depannya. Bersama pemerintah maupun masyarakat
untuk saling peduli terhadap kesejahteraan koperasi di Indonesia.
Daftar Pustaka
http://www.kompasiana.com/mjnasti/seandainya-koperasi-konsumen-indonesia-bernama-indomaret-alfamart_54f33ce37455139f2b6c6d3e
1 komentar:
Kondisi ini berdampak semakin timpangnya strata sosial masyarakat karena kualitas kemampuan dan penguasaan sumber daya ekonomi.
Posting Komentar