Hai...kali
ini saya akan membahas budaya membaca orang Indonesia. Hal ini terinspirasi
dari Negeri Sakura Jepang dimana budaya membaca sangat kental di sana. Saya
sangat mengagumi negara ini karena disanalah tempat lahirnya manga dan anime
wkwk. Tentunya bukan hanya itulah yang mengagumkan negara ini. Namun begitu
cepatnya pengetahuan dan informasi menyebar. Berhubung saya gemar membaca,
Jepang merupakan salah satu negara dengan koleksi buku-bukunya yang terbilang
lengkap. Sangat mudah menemukan buku-buku asing yang sudah diterjemahkan ke
bahasa Jepang namun belum diterjemahkan ke bahasa lain. Tentunya sangat
membanggakan dan membuat kita iri.
Jepang
merupakan negara maju di Asia yang
menjadi panutan bagi negara lain karena teknologi dan pengetahuannya. Negara
yang pernah menjajah Indonesia ini memiliki banyak karakter kuat yang menjadi
kelebihannya dan patut diacungi jempol. Misalnya saja keteguhannya terhadap
sikap pantang menyerah. Saat Indonesia merdeka pada tahun 1945, dua kota besar
Hiroshima dan Nagasaki di Jepang malah dibom oleh Amerika sehingga menyebabkan
Jepang menyerah tanpa syarat. Kerusakan yang diakibatkan menyebabkan
Jepang terpuruk kala itu. Namun dengan
sikap pantang menyerah dan keuletannya kini Jepang dapat membangun kembali
negaranya dengan sangat kuat. Bandingkan dengan Indonesia yang pada tahun 1945
memperoleh kemerdekaan sedangkan Jepang yang rata dengan tanah, kini Jepang
malah semakin kokoh berdiri dan Indonesia masih sangat jauh tertinggal apabila
dibandingkan dengan Jepang. Jepang juga
selalu mewarisi budaya malu. Dahulu saat
tentara Jepang tertangkap oleh musuh maka ia akan melakukan harakiri yaitu
menusuk jantungnya ke arah kiri. Sekarang berlaku saat pemerintah Jepang yanng
ketahuan korupsi maka ia akan dengan cepat mengundurkan diri dan meminta maaf
pada publik. Berbeda dengan Indonesia yang malah berdusta dihadapan khalayak
tanpa penyesalan. Jepang juga sangat kreatif dalam melakukan inovasi baru.
Walaupun Jepang bukan lah penemu namun Jepang dapat mengembangkan temuan orang
lain dan tentunya sangat bernilai yang sekarang ini sering digunakan
masyarakat. Berbeda dengan Indonesia yang menjadi negara konsumtif namun minim
penciptaan maupun pengembangan barang. Jepang juga memiliki kebiasaan membaca
yang mendarah daging. Sangat mudah menemukan masyarakat yang sedang membaca
ntah itu di jalan, saat menunggu, atau saat luang. Budaya membaca menjadi salah
satu ciri khas Negeri Sakura itu. Dan budaya membaca inilah yang akan saya
bahas.
Rata-rata
penduduk Jepang baik muda atau tua, pelajar atau pekerja, sederhana atau kaya
memiliki minat yang tinggi terhadap buku. Buku jenis apapun. Ntah itu koran,
buku-buku ilmiah, buku sejarah, bahkan yang bergenre ringan seperti manga
menjadi santapan sehari-hari mereka.
Di Jepang rata-rata pembaca koran
1:2 sampai 1:3. Artinya, tiap dua atau tiga penduduk, satu diantaranya baca
koran. Mungkin tiap rumah di Jepang berlangganan satau sampai dua Koran,
sehingga tidak heran banyak mempengaruhi hidup mereka dalam banyak aspek,
seperti cultural, ilmiah, sosial, ekonomis, demokratis, dan kreativitas
individu. Bertolak belakang dengan Indonesia yang sangat sedikit sekali
masyarakatnya yang kini berlangganan koran. Apabila di Jepang saat di kereta
atau kendaraan umum yang lain banyak sekali dijumpai orang yang tengah membaca,
di Indonesia malah hampir setiap orang sibuk dengan gadgetnya, mengobrol, atau
melamun. Minat membaca orang Indonesia tergolong rendah bahkan menurut data-data
survey menunjukkan, masyarakat Indonesia menempati posisi terendah di Asia
dalam budaya membaca. Rendahnya budaya baca ini tidak hanya terjadi di
kalalangan masyarakat, tetapi juga di kalangan pelajar, mahasiswa, guru, bahkan
dosen dan akademisi yang mestinya dekat dengan aktivitas membaca. Kebiasaan
membaca mereka rata-rata kurang dari satu jam perhari. Kalau komunitas akademik
hanya memiliki kebiasaan membaca kurang dari satu jam per hari, maka berapa
menit masyarakat umum memiliki kebiasaan waktu membaca (Baidhowi; 2010).
Data ini diperkuat oleh laporan Bank
Dunia Nomor 16369-IND, dan studi IEA (International Association for the
Evaluation of Education Achicievement) di Asia Timur, tingkat terendah membaca
dipegang oleh negara Indonesia dengan skor 51,7, di bawah Filipina (skor 52,6),
Thailand ( skor 65,1), Singapura (skor 74,0), dan Hongkong (skor 75,5).
Bukan itu saja, kemampuan orang Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga
rendah, hanya 30 persen. Data lain juga menyebutkan (UNDP) dalam Human Report
2000, bahwa angka melek huruf orang dewasa Indonesia hanya 65,5 persen.
Sedangkan Malaysia sudah mencapai 86,4 persen, dan negara-negara maju seperti
Jepang, Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat umunya sudah mencapai 99,0 persen
(Ben S. Galus; 2011).
Dibandingkan dengan budaya membaca,
masyarakat Indonesia lebih cocok dikatakan dengan budaya lisan. Masyarakat
lebih senang mengobrol dan mendengar dibanding membaca. Hal ini semakin
diperparah dengan kemajuan teknologi yang da dalam bentuk audio visual.
Teknologi yang menyediakan banyak hiburan itu bisa dilihat dan didengar.
Kondisi ini semakin menjauhkan masyarakat dari buku-buku. Padahal membaca lewat
buku jauh lebih mudah untuk diserap otak dan diingat dalam jangka waktu yang
lama. Tidak seperti membaca lewat gadget-gadget canggih yang justru melemahkan
daya ingat otak karena radiasinya.
Di Indonesia sendiri toko buku dan
perpustakaan terbilang sedikit dan tidak
begitu ramai pengunjung. Masyarakat lebih senang menghabiskan waktunya dengan
berbelanja ke mall, nongkrong di cafe, atau nonton di bioskop. Sangat jarang
orang yang mau meluangkan waktunya ke toko buku atau ke perpustakaan. Koleksi
buku-bukunya juga sedikit dan tidak lengkap. Saya sering kali keluar masuk toko
buku untuk mencari sebuah judul buku yang butuh perjuangan untuk menemukannya.
Belum lagi harus menunggu lama untuk buku asing. Penerjemahan buku-buku asing ke bahasa Indonesia sangat
lambat. Hal ini semakin menunjukkan minat baca masayarakat yang rendah.
Penerbitan buku baru di Indonesia
juga terbilang rendah yaitu hanya sekitar 8.000 judul/tahun. Kesenjangan ini
semakin terlihat apabila dibandingkan dengan Jepang. Menurut kalangan pers
Jepang, tiras koran yang beredar setiap hari mencapai 60 juta. Angka yang
fantastis mengingat penduduk Jepang hanya 125,6 juta.
Masyarakat
Indonesia juga sedikit sekali yang berminat membeli buku. Masyarakat lebih
tertarik dengan membeli mode busana dan barang elektronik. Mungkin hal inilah
yang mengakibatkan penerbitan buku di Indonesia sedikit. Seakan pepatah “buku
adalah jendela dunia” sudah terlalu usang ketinggalan jaman. “Hari gini?
Jamannya chattingan dan internetan. Ngapain repot-repot beli buku!”. Begitulah
mindset yang sering tertanam di masyarakat. Ironis sekali bukan? Oleh karena
itu, kita sebagai generasi mudah harus cepat mengubah mindset itu dan mulailah
membaca. Tanamkan budaya membaca pada anak-anak dirumah. Karena semua bermula
dari kebiasaan. Semakin biasa kita dengan membaca, maka budaya membaca tidak
hanya bisa dimiliki oleh Jepang tapi juga Indonesia. Tidak ada yang mustahil
apabila berusaha. Semoga bermanfaat. Salam^^
0 komentar:
Posting Komentar